19/10/11

SENJA DI UFUK BARAT


Intan....itulah namaku. Aku adalah seorang karyawati  di salah satu perusahaan swasta di Semarang. Aku diterima kerja sebelum menyelesaikan kuliahku. Alhamdulillah....kata syukur itu yang selalu kuucapkan atas segala nikmat dan kemudahan yang telah diberikan Allah untuk kehidupanku. Begitu juga dengan kisah cintaku. Aku menjalin hubungan dengan tetanggaku yang bernama Ian. Aku beruntung memilikinya. Empat tahun sudah kisah cinta itu terjalin. Bahagia yang kurasakan saat bersamanya. Akan tetapi kisah ini harus kujalani dengan LDR (Long Distance Relationship). Ian harus melanjutkan S2-nya di Australia. Kadang-kadang sempat terlintas dibenakku apakah aku sanggup menjalani semua ini? Entahlah....hanya Allah yang tahu takdir hidupku ini. Sayup-sayup terdengar lantunan sebuah lagu yang sangat indah “Tak InginKu Beralih.”
Hujan basahi pagi
Dingin menemani
Dan masih ku di sini berharap menanti
Semenjak kau pergi
Menyisakan duka ini
Separuh ruang hati kini terasa
Hampa tak berarti
Hanya engkaulah yang mampu mengisi
Ku dambakan kasihmu
Ku rindukan hadirmu yang s'lalu
Membasuh pedih
Sungguh kau tak terganti
Bilakah kau kembali? Tak ingin hatiku beralih

Hari-hariku terasa sunyi tanpa kehadirannya disampingku. Lesung pipit yang selalu menghiasai senyum manisnya itu tak pernah ku lihat lagi. Hanya suara merdunya yang bisa kudengar lewat sebuah telefon. Awalnya aku menikmati hubungan jarak jauh ini. Ketulusan cintanya yang telah membangun dinding kepercayaan di hati ini. Kenangan demi kenangan bersamanya selalu membawa sebuah gejolak rasa yang bercampur aduk lalu merangkai sebuah irama yang indah. Irama yang indah ini yang biasa disebut rindu. Jika irama itu mengalun pelan di denyut nadiku, hanya kenangan bersamamu yang mampu mengobati rasa rindu ini.
Debur ombak dan pasir putih membuat khayalanku semakin terbang tinggi ke negeri seberang. Resah dan gelisah kembali bertahta, mengoyak dan mengorek beberapa kenangan bersamanya. Rasanya hati ini ingin menjerit, “ Hentikan semua ini, kembalikan waktu itu”. Tapi itu tidak mungkin terjadi, terlalu egois jika kupaksakan hal itu. Enam bulan berlalu sudah.  Suatu saat di malam yang sunyi tiba-tiba handphone ku berdering.
“Assalamualaikum”,sapaku.
“Waalikumussalam”, sahut pemilik suara merdu yang selalu kunanti setiap saat.
“Gimana kabarnya dik, maaf mas baru sempat menelepon adik”, katanya.
“Alhamdulillah baik mas”, balasku.
“Oh iya dik bulan depan mas pulang ke Indonesia”, kata Ian.
“Wah.....adik senang mas bisa pulang ke Indonesia, adik dah kangen banget”, sahutku dengan riang.
Obrolanpun berlanjut hingga sayup-sayup terdengar suara adzan Subuh yang berkumandang. Banyak sekali cerita yang terangkai malam itu. Aku kembali bersemangat menjalani hari esok. Aku mengambil air wudhu yang begitu dingin hingga merasuk ke tulangku. Rasa sejuk, tenang dan dinginnya air wudhu seperti membuang semua bebanku selama ini, bahkan rasa kantuk yang menghantui mataku. Dengan bergegas ku ambil mukenaku dan memulai sholat subuh dengan khusyu’.
 Aku bahagia menyambut hari esok dan rasanya sudah tidak sabar lagi menunggu bulan depan. Orang yang selama ini aku rindukan akan pulang dengan membawa sejuta mimpi indah. Oooohhhhh.....senangnya hati ini. Denyut jantungku mengalun cepat tak beraturan, aliran nadiku cepat mengalir bak air terjun. Hari pun berganti menjadi bulan, dan akhirnya waktu itupun tiba. Aku menunggu dengan cemas di bandara Ahmad Yani Semarang. Pesawatnya tidak kunjung datang. Mondar-mandir dengan perasaan yang tidak tenang. Senang, panik, resah dan gelisah bercampur aduk menjadi satu. Tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang menyapaku,
“Intan”, panggilnya.
Aku membalikkan badanku dan aku melihat sosok yang telah lama kunantikan dan kurindukan, sosok itu adalah Ian kekasihku.
“Ian”, seruku kaget tak percaya bisa melihat senyum manis itu.
Saat itu perasaanku tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Aku pulang dengan perasaan senang dan terharu karena kekasihku telah berada disampingku lagi. Hanya rasa syukur pada Allah yang mampu kuucapkan. Rasa resah dan gelisah yang selama ini menghantui benakku terkubur menjadi sebuah kisah yang terangkai indah. Senja di ufuk barat telah menjadi saksi kisah indah ini. Sayup-sayup terdengar lagu dari “The Red Jumpsuit Apparat” yang berjudul my guardian angel. Semoga memang dialah guardian angel yang dikirimkan Allah untukku. Akan tetapi, tiba-tiba kepalaku pusing sekali sampai akhirnya darah keluar dari hidungku. Penyakit lamaku kambuh lagi. Tapi aku tidak boleh lemah, aku harus tetap kelihatan ceria demi kekasih yang aku sayangi. Kuhapus darah yang keluar dari hidungku dengan sebuah tissue. Aku tidak ingin membuatnya khawatir akan keadaanku. Biarlah aku yang merasakan sakit ini asalkan bisa melihat Ian bahagia dan senyum manis itu selalu menghiasi wajahnya yang lembut. Sebuah kado pemberiannya menghapus rasa sakit yang kurasakan. Sebuah miniatur Opera House yang sangat indah.
Senyum lebar tak henti-hentinya mengembang di bibir kami berdua. Hingga tak terasa beribu-ribu kali detak jam bernyanyi mengiringi langkahku dengannya. Seakan-akan ingin menghentikan waktu agar selalu bersamanya. Aku berharap pada embun yang mulai turun agar bisa menikmati senja bersamanya kembali.
Q persembahkan cerpen ini kepada sahabat terbaik q....SELAMAT JALAN KAWAN...semoga setiap amal ibadahmu diterima di sisi Allah...amin ya robbal alamin...