19/01/11

UMAT MUSLIM DI BELANDA


           Sejarah mencatat, negara-negara di benua Eropa merupakan pelopor imperialisme. Dimulai sejak abad 15, para pelaut Eropa mengarungi samudera untuk mencari dunia baru. Hal ini terutama terdorong oleh kebutuhan sumber daya alam yang memang terbatas di Eropa. Begitu bangsa Spanyol menemukan benua Amerika, semangat penjelajahan dan penaklukan semakin tidak terbendung.
Benua Afrika, Amerika selatan, Asia tengah dan tenggara kemudian menjadi daerah jajahan. Selama berabad-abad rakyat di kawasan tersebut hidup dalam penjajahan kolonialisme. Namun tak hanya menuras kekayaan alam, mereka pun menggelorakan kejayaan bangsa Eropa. Sebelum masa penjajahan ini berakhir di abad 20, sebagian besar negara-negara di Eropa sudah berhasil membangun perekonomian, antara lain dari hasil penguasaan negara jajahan.
           Keterkaitan sejarah tidak bisa dipisahkan begitu saja. Demikian halnya antara negara yang menjajah dan negara yang dijajah. Sedikit banyak, ada nilai-nilai dan budaya telah tertanam. Maka tidak mengherankan jika selanjutnya banyak penduduk negara jajahan banyak berimigrasi ke Eropa. Tak terkecuali mereka yang berasal dari negara mayoritas muslim. Nagara Belanda adalah salah satunya. Sejak tahun 1694, para perintis bangsa ini telah berhasil mendarat di Nusantara (Hindia Belanda). Kemudian mereka menjajah daerah ini selama 350 tahun. Begitu pula bangsa Belanda ini menguasai Suriname, sebuah negara kecil di benua Amerika. Kini telah banyak penduduk Indonesia dan Suriname berimigrasi ke negara kincir angin itu.
          Imigran pertama masuk ke Belanda merupakan para pendatang asal Indonesia sekitar tahun 1945. mereka terdiri dari orang-orang Maluku yang sebelumnya direkrut menjadi tentara KNIL. Sebanyak 1.000 orang diantaranya memeluk agama Islam. Akan tetapi perkembangan komunitas muslim asal Indonesia ini idak terlalu pesat. Hingga awal dekade 1980-an, jumlahnya diperkirakan mencapai 1.500 orang saja. Adapun komunitas imigran muslim yang cukup besar berasal dari Suriname. Para imigran tersebut mulai datang ke Belanda sekitar tahun 1960. kebanyakan mereka adalah pekerja. Arus migrasi asal Suriname ini justru semakin meninkat dari waktu ke waktu. Pada awal tahun 1970, jumlahnya seitar 5.000 orang. Akan tetapi, bersamaan dengan kemerdekaan Suriname, tahun 1975 jumlah migrasi tersebut melonjak menjadi 36 ribu orang. dan sampai tahun 1980-an, migran muslim asal Suriname mencapai angka 30 ribu orang.
          Kaum muslim belanda bukan hanya berasal dari Indonesia serta Suriname saja, melainkan ada yang datang dari Turki, Maroko, dan Tunisia. Gelombang imigran dari negara-nagara tersebut dimulai sejak tahun 60-an. Bahkan perjanjian bilateral telah ditandatangani oleh pemerintah Belanda. Dengan Turki tahun 1964, Maroko 1969, dan Tunisia 1970. Arus migrasi dari ketiga negara ini baru berhenti tahun 1974. kebijaksanaan tersebut tidak menjamin berkurangnya jumlah kedatangan imigran dari luar Belanda. Adanya kebijakan lain yang membolehkan berkumpulnya keluarga, memungkinkan bertambahnya terus jumlah imigran. Berdasarkan statistik tahun 1971, ada sekitar 43 ribu laki-laki muslim dari Turki dan Afrika utara dan perempuannya 5 ribu jiwa. Tahun 1982, terdapat sebanyak 148 ribu orang Turki dan 93 ribu orang Maroko di Belanda. Angka itu meningkat menjadi 176 ribu dan 139 ribu tahun 1989. Secara keseluruhan, jumlah kaum imigran muslim di negara kerajaan ini telah mencapai 337.900 orang pada tahun 1986. Sementara angka pertambahannya sekitar 5 ribu orang per tahun. Di tahun 1989, jumlah tersebut meningkat pesat hingga 405 ribu orang. Tercatat pula, adanya warga asli Belanda yang beralih ke agama Islam dan jumlahnya diperkirakan sebanyak tiga ribu orang. Apalagi setelah peristiwa 11 September, jumlahnya semakin meningkat pesat. Imigran muslim yang lain berasal dari India, Pakistan, Yugoslavia, dan negara-negara Arab. Dan hingga saat ini terdapat sekitar 860 ribu muslim yang tinggal di negara kincir angin itu. Dan baru-baru ini didapat berita bahwa agama Islam adalah agama yang paling banyak dianut oleh penduduk Amsterdam, yaitu 13%, disusul oleh Protestan.
          Makin meningkatnya jumlah kaum imigran, menimbulkan persoalan di dalam negeri Belanda, terutama kesempatan kerja. Sehingga untuk menekan angka imigran tadi, tahun 1873-1974 bertepatan dengan masa resesi dunia, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membatasi hak-hak kaum imigran. Tujuannya antara lain agar mereka tidak lagi betah hidup di Belanda dan memilih pulang ke negara asal masing-masing. Akan tetapi kebijakan ini tidak banyak membawa hasil. Pemerintah pun akhirnya mulai melunak. Sejak tahun 1981, keluarlah kebijaksanaan yang lebih kooperatif terhadap para imigran, yakni penerapan integrasi nasional. Ini berlandaskan pemikiran bahwa kaum imigran tentunya ingin hidup secara permanen di Belanda. Perkembangan menggembirakan terjadi tahun 1986 dimana kaum imigran sudah diberi hak suara dalam pemilihan umum setempat dan juga berhak dipilih sebagai anggota wakil rakyat di dewan kota.
          Kaum muslim di Belanda menjalani kehidupan beragama dengan sangat baik. Tempat-tempat ibadah dan organisasi Islam tumbuh subur. Dari laporan pemerintah tahun 1982, telah berdiri sebanyak 49 Masjid serta mushala di empat kota konsentrasi terbesar komunitas muslim, yaitu kota Amsterdam, Rotterdam, Den Haag dan Utrecht. Kota-kota lainnya juga memiliki setidaknya satu bangunan masjid ataupun bangunan lainnya yang dijadikan masjid. Misalnya, ada bangunan gereja Lutheran di Utrecht telah menjadi Masjid. Tujuh tahun kemudian, jumlah bangunan peribadatan umat Islam itu telah meningkat menjadi sebanyak 300 buah yang tersebar di berbagai kota. Kebebasan beragama dajamin oleh undang-undang Belanda. Kendati begitu, negara juga menerapkan kebijakan pemisahan gereja dan negara. Dalam kaitan ini, negara terus berupaya menghapuskan beberapa keistimewaan yang dimiliki gereja tradisional secara perlahan. Imbas dari kebijakan ini, pemerintah Belanda juga tidak dapat membantu pembinaan kaum muslim Belanda sebagai umat beragama. Akan tetapi pemerintah tetap mendukung penuh perkembangan kalangan umat Islam, termasuk pula organisasi keagamaan, lembaga dan kegiatannya dalam rangka kebijakan sosial, budaya, dan pendidikan.
          Seperti juga di negara-negara Eropa lainnya, gereja mempunyai peran kelembagaan yang penting ditengah masyarakat Belanda. Peran tersebut terkonsep dalam kebijakan verzuiling (pelembagaan pilar atau blok). Ada empat pilar pokok, yakni Katholik Roma, Hervormd dan Gereformeed (berasal dari aliran Calvinisme dalam Protestan), sekuler, dan humanis. Keempat struktur pilar ini mendominasi sistem pendidikan serta media di sana. Sesuai fungsinya, gereja juga punya kepedulian sosial. Khususnya di kota-kota besar, kadang kalangan gereja turut membantu komunitas Muslim setempat membangun tempat ibadahnya. Namun kalangan gereja sempat melontarkan saran agar pada agama Islam dan pada agama minoritas lain juga dijadikan pilar atau blok tersendiri. Gagasan ini dianggap beberapa pihak merupakan upaya untuk mencari dukungan bagi tetap langgengnya prinsip verzuiling tadi.

Organisasi Islam
          Masyarakat muslim di negara Belanda tengah menikmati kehidupan yang sangat dinamis.selain ditunjang semakin banyaknya jumlah pemeluk Islam di sana, juga karena pemerintah Belanda memberikan kebebasan beragama. Kegiatan spirotual Islam pun bertumbuh kembang. Tak terkecuali roda organisasi keagamaan yang ada. Sebagian besar organisasi Islam di Belanda didirikan berdasarkan garis etnis kaumnya. Maka, dari sekian banyak, organisasi muslim Turki-lah yang paling berkembang. Misalnya adalah Turks-Islamtische Culturele Federatie (TIFC) atau federasi kebudayaan Islam Turki yang berdiri tahun 1979, telah dapat menaungi sekitar 78 asosiasi dan organisasi pada tahun 80-an. Selain itu TIFC juga erat menjalin hubungan dengan Diyanet yang mengirim sejumlah imam masjid untuk bekerja di Belanda. Adapun komunitas muslim Maroko yang mendirikan organisasi muslim Maroko diantaranya yakni, Amicales des ouvries et commercants (kekawanan buruh dan pedagang), komite para pekerja Maroko di Belanda (Organisaties in Nederland) dan Unie van Marokkaanese Moslim (persatuan organisasi muslim Maroko di Belanda). Diketahui bahwa ada sejumlah kecil pengikut tarekat Darqawiyah dan Alawiyah pada komunitas Maroko. Di samping itu, gerakan Tablig yang berpusat di Perancis pun aktif menjalankan syiar dakwah di masjid-masjid komunitas Maroko.
          Pada bagian lain, komunitas muslim asal Suriname tergabung dalam organisasi Stichting Weljizn voor Moslims in Nederland (yayasan untuk kesejahteraan kaum muslim di Belanda). Bentuk organisasi ini hampir mirip dengan model organisasi Islam di Asia Selatan. Pusatnya di Masjid Thaibah, Amsterdam dan memayungi sekitar 10 masjid di kota-kota besar. Satu organisasi lain muslim Suriname lain adalah Jama’at Ahle Soenat Nederland (jamaah ahli sunnah Belanda).akan tetapi hambatan kerap mucul, begitu pula dalam upaya pengembangan organisasi keagamaan di Belanda ini. Kendala terutama adalah perbedaan di internal umat sendiri. Upaya penyatuan organisasi muslim yang ada kemudian dilaksanakan. Bermula dengan didirikannya Stichting Moslimorganisaties in Nederland atau yayasan organisasi muslim di Belanda. Pada tahun 1980.
          Selanjutnya juga berdiri Islamitische Omroepsichting (yayasan penyiaran Islam) yang bertujuan untuk mewujudkan harapan kaum muslim Belanda agar dapat memproduksi siaran agama di media elektronik. Nantinya, siaran tersebut juga diharapkan dapat mewakili komunitas Turki maupun Maroko. Kiprah anggota federasi yang dibentuk oleh muslim asli Belanda pun terus berlanjut. Mereka memprakarsai berdirinya Moslim Informatie Centrum (pusat informasi muslim) berkantor pusat di Den Haag. Kegiatan organisasi ini antara lain menerbitkan majalah Qiblah. Pada pekembangan berikutnya, pusat informasi tersebut lebih banyak bergerak ke bidang syiar terutama untuk menjelaskan kepentingan dan harapan komunitas muslim kepada para pejabat pemerintah. Mereka tetap memegang prinsip bahwa kaum Muslim Belanda merupakan bagian integral masyarakat Belanda secara keseluruhan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar